Gedung Kesenian Gde Manik dalam Kondisi Memprihatinkan
Singaraja merupakan sebuah kota di bagian Utara pulau Bali yang telah
melahirkan sederet nama
seniman berpemikiran moderen. Gusti
Panji Tisna (angkatan pujangga baru), Putu Santi (Lekra), Gde Darna (LKN), Putu
Wijaya, Putu Oka (Lekra), Putu Satria dan sederet nama lain merupakan
putra-putra Singaraja yang ambil bagian dalam dunia seni baik itu sastra,
musik, maupun seni pertunjukan. Pulau Bali sendiri memang identik dengan dunia seni maupun budayanya. Di
bidang pendidikan, pembangunan kota Singaraja kini sudah hampir menyamai kota
Denpasar yang merupakan Pusat dari Provinsi Bali. Apalagi semenjak
diresmikannya Singaraja sebagai kota Pendidikan dan Pengetahuan. Namun perkembangan
di bidang seni budaya nampaknya tidak sejalan dengan bidang Pendidikan. Sampai
saat ini pembangunan di bidang seni dan budaya nampaknya belum dapat menyentuh
seluruh lapisan masyarakat Bali. Pembangunan di Bali Utara kondisinya relatif
tertinggal dibandingkan dengan Bali Selatan. Hal itu dapat dilihat dari
kurangnya bangunan sebagai sarana dan prasarana pengembangan seni budaya,
kalaupun ada kondisinya pasti sudah memprihatinkan.
Ketika
melewati suatu jalan di Kota Singaraja yaitu Jalan Udayana akan ada pemandangan
yang sangat mengganggu penglihatan dan juga perasaan. Di jalan yang tidak jauh
dari kampus Universitas Pendidikan Ganesha tersebut terdapat sebuah bangunan
tua dengan ornament Bali yang apabila diperhatikan akan terlihat sangat kontras
dengan pemandangan di sekitarnya. Di depan bangunan tersebut terpampang nama
“Gedung Kesenian Gde Manik” yang menandakan bahwa itulah nama gedung tersebut. Nama Gde Manik diambil dari seorang guru
gamelan yang merupakan
anggota Partai Nasional
Indonesia.
Sepintas Gedung yang didirikan sekitar tahun 60an itu terlihat megah apalagi
jika dilihat malam hari saat gedung tersebut digunakan sebagai tempat suatu
pementasan. Namun apabila dilihat dengan seksama maka akan tampak bangunan yang
terlihat tidak kokoh dengan atap seng yang telah berwarna coklat kemerahan
karena karatan, coretan-coretan cat semprot di dinding, dan sampah yang
menggunung. Ironis memang mengingat Gedung Kesenian Gde Manik (GK) merupakan
pusat kegiatan seni di Singaraja. Melihat kondisinya yang tidak terawat ini
tentu menimbulkan pertanyaan, apakah seni budaya di bagian Utara pulau Bali ini
kurang mendapat sorotan Pemerintah Daerah maupun masyarakat sekitar? Menurut
penuturan seorang Kepala bidang Permuseuman Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan,
Ibu Agung Maheri, pada tahun 2012 sudah diajukan proposal mengenai pemugaran
Gedung Kesenian Gde Manik dan Gedung Sasana Budaya kepada Bupati. Namun sampai
saat ini proses tersebut masih dalam tahap perencanaan. Kegiatan yang
diserahkan kepada Kepala Dinas oleh Buapati tersebut rencananya akan menurunkan
dana sebesar Rp 8 Miliar. Dengan pemberian Rp. 5 Miliar untuk pemugaran Gedung
Kesenian dan Rp. 3 Miliar untuk Sasana Budaya.
Sejak berdirinya gedung Kesenian belum pernah dilakukan pemugaran secara
menyeluruh, namun untuk perbaikan-perbaikan kecil sudah sering dilakukan
seperti perbaikan toilet dan tempat parkir.